Destinasi wisata paling pas bagi para backpacker pemula utnuk memulai petualangannya di daerah Jawa adalah ke Jogjakarta. Mengapa? Selain karena keanekaragaman kultur dan budayanya yang sangat kuat hingga pemandangan alam yang begitu mumpuni, biaya hidup di kota Gudeg ini juga sangat bersahabat dengan kantong para backpacker. Hanya di kota inilah kita bisa makan kenyang hanya dengan mengeluarkan uang Rp 4.000,-. Meski berwisata di daerah Jogja terbilang sangat murah dan sangat cocok untuk dijadikan destinasi wisata para backpacker, namun ada beberapa tips yang harus Anda perhatikan manakala berlibur di kota ini.
1. Cari tahu patokan arah mata angin di Jogja
Inilah yang membedakan kota-kota lain dengan kota Jogjakarta. Di kota ini, penduduknya lebih senang memberikan arah jalan sesuai dengan arah mata angin. Jika Anda bertanya dengan penduduk setempat saat kehilangan arah, biasanya akan diberikan arahan, “Langsung aja menuju arah selatan,”. Loh? Dimana yaa selatan itu. Anda pun bertanya lagi kepada orang lainnya. “Oh ini coba ke arah utara lagi,”. Nah loo..Bingung kan kita jadinya dimana itu utara, selatan, barat, dan timur. Supaya tidak bingung, Anda wajib tahu patokan arah mata angin di Jogja. Penduduk Jogja biasa memakai patokan Parangtirits dan Gunung Merapi untuk menyebut Utara dan Selatan. Sementara batas timur dan barat adalah Solo serta Godean dan Purworejo.
Supaya lebih aman, ada baiknya Anda mempersiapkan diri dengan peta. Hanya dengan mengeluarkan kocek sebesar Rp 10.000,- yang biasa dijajakan di pinggir-pinggir jalan ini, Anda akan sangat terbantu dalam mengarungi kota Jogja.
2. Sosrowijayan, surganya para backpacker
Sosrowijayan merupakan sebuah jalan yang berada di jalan kecil di daerah Malioboro atau sekitar 200 meter dari Stasiun Tugu. Daerah ini terkenal sebagai kampung turis karena banyak tersedia berbagai hostel dengan tarif yang sangat terjangkau. Untuk turis pribumi, harga yang dipatok untuk per orang per malamnya adalah Rp 20.000,-. Penginapan di daerah ini selalu menjadi favorit para turis karena harganya yang murah dan wilayahnya yang sangat strategis.
3. Belanja di malioboro pakai bahasa Jawa
Jika Anda termasuk salah satu si penggila belanja, tentu Anda tidak akan melewatkan agenda untuk beberbelanja di jalan Malioboro, salah satu pusat kerajinan Jawa di Jogja. Sepanjang jalan ini hingga mendekati Benteng Vrederburg, lalu lintas padat mulai dari para kusir dengan delmannya, penarik becak, hingga para pedagang cindera mata khas Jogja. Harga yang ditawarkan pun terbilang cukup murah. Namun, namanya belanja tentu harus menggunakan seni.
Seni dalam berbelanja yang paling menyenangkan tentunya seni tawar menawar. Untuk mendapatkan harga yang Anda inginkan, cobalah rayu sang pedagang dengan menggunakan bahasa Jawa saat menanyakan harga suatu barang seperti, “Niki pinten Bu, Pak?” Nah, dengan menggunakan bahasa lokal ini, interaksi dengan pedagang pun akan lebih enak karena ia merasa Anda juga penduduk lokal atau paling tidak pendatang yang menghargai penduduk lokal.
Faktor pendekatan kultural ini cukup ampuh dalam kegiatan tawar menawar, apalagi kalau Anda ditemani dengan penduduk asli Jogja. Kalau sudah begitu, maka serahkanlah pada sang pribumi langsung karena penduduk pribumi tentu tahu harga standar yang ada di Jogja.
4. Tawar 1/3 harga
Masih terkait dengan tawar menawar, cobalah menarwar 1/3 harga asli. Ini merupakan tawaran standar yang biasa dilakukan para pembeli di Malioboro. Pada dasarnya sebagian besar pedagang di sana menaikkan harga barang-barangnya hingga tiga kali lipat. Oleh karena itu, menawarlah dengan cerdik.
5. Hati-hati naik becak di Malioboro
Transportasi becak biasanya menjadi andalan para wisatawan dalam menyusuri jalanan di sekitar Malioboro. Namun, berhati-hatilah dalam menggunakan transportasi satu ini. Banyak penarik becak yang sekaligus menjadi agen dari toko-toko jajanan khas Jogja yang ada di sana. Mereka akan mendapatkan komisi jika penumpangnya berbelanja di sana. Bukannya diantar langsung sampai tujuan, Anda justru dipaksa mampir di toko-toko tersebut dan mau tidak mau Anda pun akan membeli toko jajanan tersebut. Oleh karena itu, perjelaslah tujuan Anda kepada sang penarik becak.
Namun, jika memang Anda berniat untuk membeli oleh-oleh jajanan khas Jogja, maka becak merupakan pilihan yang pas. Hanya dengan merogoh kocek Rp 3.000- Rp 5.000,- Anda bisa berputar hingga ke Keraton sekaligus mendapatkan jajanan khas Jogja. Murah meriah bukan?
6. Makanan murah meriah cuma ada di angkringan
Biaya makanan di Jogja amat sangat terjangkau. Makanan untuk para backpacker yang ingin berhemat namun tetap mengenyangkan cuma ada di angkringan. Angkringan merupakan tempat makan yang berada di pinggiran jalan kota Jogja dengan tenda dan tikar yang digelar untuk pengunjung dapat menikmatik makanan sembari berlesehan. Menu yang biasa ada di angkringan ini biasanya nasi ikan, nasi tempe, sate telur puyuh, sate usus, serta gorengan. Makan kenyang cukup mengeluarkan Rp 4.000- Rp 6.000,- dengan menu nasi tempe, sate telur, dan minum. Hmm.. cukup ampuh untuk mengganjal perut.
Jika Anda salah satu penjajal wisata kuliner, maka jangan lupa untuk menikmati kelezatan Oseng-oseng Mercon seharga Rp 9.000,-. Ini merupakan salah satu masakan Jogja yang tidak manis, sebagaimana umumnya. Rasa pedas merupakan ciri khas dari menu ini. Tempat yang paling terkenal akan Oseng-oseng Merconnya ini terletak di sekitar jalan Malioboro. Patut dicoba!
No comments:
Post a Comment