Soal pengembangan UMKM ramah lingkungan, Indonesia perlu meniru Korea Selatan (Korsel). UMKM di negara ginseng ini sudah terkenal dengan teknologi untuk menghasilkan produk ramah lingkungan. Banyak usaha dikembangkan oleh UMKM di sana, mulai dari energi terbarukan seperti energi solar, bioenergi, dan bioetanol, hingga produk-produk yang memiliki kualifi kasi eco product dan diproses secara eco green.
Menurut Neddy Rafinaldi Halim, Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UMKM, Indonesia perlu belajar dari UMKM Korsel soal pembuatan produk berbasis eco green. Pemerintah sampai sekarang telah membuka kerja sama dengan Korsel bagaimana tranfer teknologi dan penerapannya di Indonesia dengan melibatkan UMKM dari negera tersebut. Korsel-Indonesia juga telah membuka kantor perwakilan dan pemasaran di masing- masing negara.
Menurut Neddy, keunggulan produk Korsel sejauh ini terletak pada sumber energi di samping juga prosesnya yang memenuhi kaidah eco green. “Umumnya UMKM memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti angin, Matahari, biogas, dan bioetanol,” katanya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan dengan porsi hingga 11 persen pada 2030 nanti yang saat ini baru mencapai 2,3 persen dari total konsumsi energi di sana.
Hebatnya, selain produknya yang ramah lingkungan, di sana juga tersedia toko untuk produk ramah lingkungan. Bagi mereka yang bingung mencari atau ragu dengan kualitas produk di pasaran dapat mengunjungi supermarket ini. Sebuah toko swalayan ramah lingkungan tersebar di beberapa lokasi di kota-kota Korsel. Pasar ramah lingkungan lokal telah berkembang tidak hanya dalam ukuran, tetapi juga dalam keanekaragaman produk.
Setidaknya, ada 2.500 barang tersedia di toko-toko ini, mulai dari produk makanan organik, bahan makanan, dan barang-barang keperluan rumah tangga. Detergen dan kosmetik sampai pakaian ramah lingkungan juga tersedia. Semakin hari semakin banyak konsumen mencari produk yang aman dan ramah lingkungan. Sebuah toko bernama Green Village telah tumbuh lebih dari 20 persen setiap tahun.
Kini pertumbuhan ini tengah berlangsung terus karena produk dan pelayanan yang memuaskan. Di Green Village, setiap produk terutama makanan dilabeli dengan sertifi kasi. Daging misalnya, diberikan sertifikasi tanpa bahan pengawet dan tanpa antibiotika. Kalau pembeli belum puas bisa melacak produk tersebut hingga ke proses pembuatan dan pengemasannya dengan bertanya ke badan pengawasan obat dan makanan di sana.
Pertanyaan dan sikap kritis seperti ini di sana mendapat saluran informasi yang tepat. Tanpa sikap kritis, konsumen hanya akan dibohongi oleh produsen yang mengklaim diri ramah lingkungan. Di Korsel, ceruk pasar bisnis produk ramah lingkungan telah berkembang sedemikian pesat dan menjadi industri arus utama (mainstream). Namun, rintisan ini bukan dimulai baru saja. Sudah sejak 1960-an Korea telah memperkenalkan pertanian organik.
Tahun 1960-an, produk ramah lingkungan biasanya dijual dalam skala kecil langsung dari petani kepada mereka yang terlibat dalam gerakan lingkungan. Sekarang konsumen dan produsen di sana memiliki kesadaran tinggi akan produk ramah lingkungan karena kesadaran akan kesehatan dan lingkungan.
Sumber : Koran Jakarta
No comments:
Post a Comment